Cari Blog Ini

Sabtu, 23 Juli 2011

Penyaluran Dana BOS Diminta tak Masuk APBD




REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR - Penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diminta tidak lagi masuk ke dalam batang tubuh APBD mekanisme ini yang mengakibatkan penyaluran BOS tidak tepat waktu, kata Bupati Soppeng Andi Soetomo.
"Pencairan dana BOS, tergantung penyelesaian APBD, baru bisa dicairkan. Kalau APBD terlambat, terlambat juga pencairannya," ujarnya di Makassar, Jumat (22/77), menanggapi masuknya Soppeng dalam daftar kabupaten yang belum mencairkan dana BOS seperti yang diumumkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional.

Selain Soppeng, Sidrap dan Bantaeng juga masuk dalam daftar tersebut. "Persoalannya, dulu BOS tidak masuk dalam batang tubuh APBD, sekarang masuk. Efektifnya, pusat langsung mengirim ke sekolah jangan melalui APBD karena harus melalui proses administrasi," katanya yang mengaku pernah mengusulkan agar mekanisme penyaluran BOS dikembalikan ke mekanisme lama yaitu langsung ke rekening kepala sekolah yang membutuhkan.

Ia mengaku, tidak tahu persis jumlah dana BOS yang diterima oleh Soppeng tahun ini. "Yang jelas ada. Daerah lain bisa cepat penyalurannya karena penetapan APBD-nya juga cepat. Soppeng baru bulan lima ditetapkan," jelasnya.

Alasan lain yang dikemukakannya sebagai penyebab pencairan dana BOS adalah keterlambatan pengiriman petunjuk teknis (juknis) dari pemerintah pusat. "Terlambat memang, bulan tujuh ini baru keluar. Seharusnya begitu ada penyampaian pencairan sudah harus ada juknis kemudian dilakukan pertemuan dengan penerima. Harus ada juknis karena kita tidak bisa melangkah tanpa juknis," ujarnya yang menilai hal ini adalah kesalahan pemerintah pusat, bukan
pemerintah provinsi atau kabupaten.

Sehari sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Nasional Patabai Pabokori menjelaskan, penyaluran dana BOS diatur untuk diterima sekolah pada per awal triwulan setiap tahunnya. Pada 2011, setiap triwulan dana BOS yang dicairkan untuk 24 kabupaten dan kota di Sulsel mencapai lebih dari Rp175 miliar.

Jumlah yang diterima setiap kabupaten bervariasi tergantung jumlah siswa dan sekolah. Ia pun menilai, masih adanya kabupaten yang belum menyalurkan dana BOS adalah dampak perubahan mekanisme penyaluran ke kas pemerintah kabupaten. Sebelumnya, saat mekanisme penyaluran langsung ke rekening kepala sekolah, tidak pernah terjadi keterlambatan.

Ini Terapi Apa Mencari Mati




TEMPO Interaktif, Jakarta-Terik matahari tak lagi menyengat Kamis sore lalu, 21 Juli 2011. Warga sekitar Stasiun Rawa Buaya, Duri Kosambi, Jakarta Barat, berduyun-duyun menuju rel kereta api.

Seperti menantang kereta yang bisa sewaktu-waktu datang, beberapa orang lalu duduk di bantalan rel sembari menaruh kedua tangannya di rel. Beberapa lagi bahkan nekat rebahan, kepala diletakkan di satu bentang rel lalu kaki di bentang rel lainnya.

Tak peduli larangan, mereka bermaksud mencari terapi listrik gratis. Menurut kesaksian beberapa warga, kejutan arus listrik yang dirasakan begitu badan ditempelkan dengan rel berkhasiat menyembuhkan. "Badan jadi enak. Tidak sering nyeri lagi," kata Sri, 50 tahun, yang mengaku mengidap diabetes.

Sri mengaku sudah mengikuti terapi massal itu selama setahun. "Bagi orang kecil seperti saya, terapi gratis ini kan sangat membantu. Kalau terapi beneran, mana saya mampu?" ujar Sri.

Warga yang datang dari Semanan, Kalideres, itu menyatakan tidak khawatir akan kemungkinan tertabrak kereta saat terapi. Teguran atau pengusiran dari petugas PT Kereta Api (KA) diakui telah dia diterima. Tapi, dia mengatakan, "Tangkap ya tangkap saja. Kalau kemungkinan mati kan bisa kapan dan di mana saja."

Budi, 52 tahun, juga mengaku memperoleh efek positif dari terapi itu. Dia menyatakan penyakit asam urat yang dideritanya kini membaik. "Belum saya cek ke dokter, tapi saya pribadi merasakan perubahan baik di tubuh saya," kata pria yang sore itu rebahan dengan bercelana pendek, kaus putih, topi cokelat, dan kacamata hitam itu.

Warga memang serius menjalani terapi. Mereka bahkan datang dengan persiapan handuk untuk alas tidur. "Mungkin banyak orang ke sini karena dekat dengan stasiun yang punya 2 jalur rel dan ada pengeras suara sehingga gampang tahu jika ada kereta melintas," tutur Budi.

PT KA jelas tak senang dengan adanya terapi itu. Selain berbahaya, kondisi stasiun juga menjadi kumuh. Mereka berusaha mencari dan memanggil orang yang dianggap sebagai tabib dari terapi itu. "Tapi, belum ada yang datang," kata Executive Vice President PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasional I, Purnomo Radiq, Kamis lalu.

Kepala Stasiun Rawa Buaya, Suardi, mengungkapkan pihaknya telah bolak-balik menertibkan. Juga memasang spanduk berisi peringatan dan larangan. "Tapi warga masih saja membandel. Susah juga (menghalau warga)," katanya mengeluh.

Wakil Lurah Duri Kosambi Firmansyah tak tahu pasti sejak kapan kebiasaan aneh itu dilakoni warga. Menurut dia, kebiasaan itu memang pernah marak, tapi kemudian menghilang, sampai muncul lagi saat ini. "Sepertinya ini berkembang dari mulut ke mulut saja. Tidak ada yang bertindak sebagai tabibnya," kata Firmansyah.

Tak urung, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo pun angkat bicara. Dia meminta warga untuk berhenti terapi. "Sudah diimbau, itu satu langkah yang secara medis tak bisa dipertanggungjawabkan," kata Fauzi di Balai Kota, Jumat kemarin, 22 Juli 2011.

Fauzi membantah dugaan rendahnya pelayanan kesehatan di puskesmas setempat, sehingga warga memilih terapi alternatif berbaring di rel. "Itu mindset yang keliru saja, puskesmas kecamatan kita sudah mendapat ISO," katanya.

Secara terpisah, Kepala Polsek Cengkareng Komisaris Ruslan menyatakan menunggu permintaan dari PT KA untuk bisa ikut menertibkan di jalur kereta itu. "Tidak bisa main tangkap atau usir. Bukan wewenang kami tiba-tiba masuk ke sana," kata Ruslan.

Saatnya Blogger Bicara Mudik



TEMPO Interaktif, Semarang - Para blogger kini menjadi komunitas yang patut diperhitungkan di dunia maya. Melalui tulisan-tulisan mereka, siapa saja bisa menjadi sumber referensi baru dan mendapatkan informasi selain melalui situs berita.

Menjelang Ramadan dan Idul Fitri, para blogger turut berpartisipasi dengan cara melakukan uji jaringan di sepanjang rute jalur mudik di Pulau Jawa. "Karena mereka adalah heavy user untuk layanan data," kata Head of Corporate Communication XL Febriati Nadira di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu, 23 Juli 2011.

Lebih dari 200 blogger yang melakukan perjalanan darat dari Jakarta, Bandung, Surabaya, Ponorogo, Solo, dan Yogyakarta akan berkumpul dalam Obrolan Langsat (Obsat) di Taman Budaya Raden Saleh, Semarang, sore ini. Ini menjadi diskusi Obsat pertama yang berlangsung di luar Jakarta.

Dalam obrolan Langsat yang dipandu blogger Wicaksono atau lebih dikenal Ndorokakung ini akan hadir blogger otomotif Edo Rusyanto, Brigadir Satu (Briptu) Eka Frestya dari Traffic Manajemen Center (TMC) Polda Metro Jaya, dan perwakilan operator selular XL. Pada acara yang bertema "Mudik Aman dan Nyaman" itu, mereka akan berbagi informasi seputar pengalaman menggunakan layanan data di sepanjang jalur mudik, tips bagi para pemudik, informasi titik-titik kepadatan di jalur mudik, dan kesiapan jaringan XL untuk mengantisipasi lonjakan traffic.

"Kami mengharapkan masukan dari mereka karena para blogger menjadi referensi bagi banyak orang," kata Febriati.

Senior Vice President PT XL Axiata Tbk, Ongki Kurniawan, mengatakan selama Lebaran rata-rata terjadi lonjakan traffic sebesar 30 sampai 35 persen dari hari biasa. Dalam keadaan normal, setiap harinya XL melayani 530 juta menit panggilan telepon, 630 juta SMS, dan layanan data sebesar 33 terabita.

Khusus untuk layanan data, Ongki mengatakan terjadi lonjakan traffic yang signifikan dibanding tahun lalu, dari 8,6 terabita per hari menjadi 33 terabita setiap hari. "Kenaikannya sampai 400 persen," ujarnya.

Sementara, untuk layanan voice call dan pesan singkat, Ongki optimistis kapasitas jaringan XL masih mampu menangani traffic yang padat karena didukung 24 ribu BTS, baik 2G maupun 3G, dan 18 unit mobile BTS.

Anak Indonesia Butuh Teladan Kejujuran



JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan, anak Indonesia saat ini membutuhkan teladan kejujuran. Ia mengatakan, fenomena contek massal yang sempat menjadi perhatian publik beberapa bulan lalu, konflik antarelite politik meniscayakan kebohongan dan ketidakjujuran salah satu pihak yang berseteru.
"Anak Indonesia butuh teladan kejujuran. Perilaku elite politik yang saring tuding dan fitnah mempertontonkan perilaku kebohongan yang bertentangan dengan semangat perlindungan anak," kata Asrorun, di Jakarta, Jumat (22/7/2011).
Kebohongan elite yang dipertontonkan di depan publik, menurut Asrorun, mengganggu mental anak dan menyebabkan krisis keteladanan. Terkait peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 23 Juli, ia mengungkapkan, sudah saatnya seluruh elemen mengarusutamakan hak anak dan menjadikan pemenuhan anak sebagai faktor utama dalam pengambilan kebijakan publik.
"Perlindungan anak Indonesia merupakan tanggung jawab bersama orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Perlu ada kesadaran kolektif untuk melihat pentingnya pemenuhan hak anak," katanya.
Asrorun menjelaskan, perlindungan anak memiliki dua substansi utama yaitu, pertama, pemenuhan hak-hak dasar yang meliputi hak agama, kesehatan, pendidikan dan sosial. Kedua, perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Selama ini, pemegang kebijakan dinilainya belum seluruhnya memiliki perspektif perlindungan anak dalam menjalankan amanah pembangunan.
Ia mencontohkan, masalah infrastruktur, misalnya, jarang sekali pembangunan jalan, gedung dan juga fasilitas sosial serta fasilitas umum maupun layanan publik yang memperhatikan kebutuhan anak. "Perilaku politisi yang mempertontonkan pertikaian dan kebohongan juga sangat tidak perspektif anak," tandas Asrorun.

Kalau Kera Narsis Memotret Diri Sendiri


KOMPAS.com
— Ternyata, bukan cuma manusia yang narsis suka memotret dirinya. Kera pun demikian. Setidaknya, inilah perilaku kera yang ditemui fotografer David Slater yang beberapa waktu lalu berkunjung ke taman nasional wilayah Sulawesi Utara, Indonesia.
Perilaku itu dijumpai Slater ketika ia selesai mengambil gambar. Slater meninggalkan perangkatnya sejenak untuk sebuah urusan dan ketika kembali, ia menjumpai kera-kera yang ada di taman nasional itu bermain dengan kamera dan memotret dirinya sendiri.
"Mereka nakal, melompat dan bermain dengan peralatan. Seekor kera memencet tombol. Suara ketika kamera mengambil gambar menarik perhatian dan kera itu pun terus memencetnya. Pada awalnya mereka takut, tetapi akhirnya kembali. Sangat menyenangkan bisa melihatnya," kata Slater.
Menurut Slater, kera-kera tersebut dipastikan telah mengambil ratusan foto diri. Sebuah foto menampakkan kera memamerkan gigi depannya yang besar dan mata berwarna coklat. Koleksi foto-foto monyet tersebut bisa dilihat di YouTube.
Slater menghabiskan waktu 3 hari berturut-turut dengan kera tersebut. Ia mengatakan bahwa kera di taman nasional itu sangat bersahabat. "Meskipun mungkin belum pernah kontak dengan manusia sebelumnya, mereka tidak tampak terancam dengan kehadiran kami," ucap Slater.
Spesies kera yang dijumpai Slater adalah kera hitam (Macaca nigra). Spesies tersebut hidup di wilayah Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya. Status kera tersebut kini hampir punah dan masuk Daftar Merah International Union for Conservation of Nature.

Ikan Raksasa Yang Makan Buaya Ditemukan Di Kongo




Selama ini yang kita dengan bahwa buaya tidak ada yang memangsa selain manusia dan juga buaya selalu memangsa apa saja, tetapi telah ditemukan ikan raksasa pemakan buaya di Sungai Kongo, Afrika.
Selama ekspedisi penangkapan ikan di Sungai Kongo di Afrika, pemancing asal Inggris Jeremy Wade, 52 tahun berhasil menangkap ikan raksasa tigerfish Goliath.

Ikan Tigerfish Goliath dianggap sebagai salah satu ikan air tawar terbesar di dunia dan dikhawatirkan jauh lebih besar dan lebih mematikan daripada piranha. Ikan raksasa yang memiliki 32 gigi ini ukurannya sama dengan gigi hiu putih yang besar yang dapat menyerang manusia dan buaya.

Ikan pemangsa buaya ini berukuran besar. Giginya super tajam, jumlahnya ada 32. Panjang badannya 1,5 meter, beratnya sekitar 45 kilogram.
Wade menggunakan ikan patin yang besar sebagai umpan, 200-pound bar dan garis. Dia juga mengambil jarak cukup untuk menjaga keselamatan.

Dengan nyali kuat Jeremi membopong ikan yang beratnya 60 kg lebih ini memiliki panjang hingga 5 kaki. Tigerfish Goliath merupakan salah satu ikan terbuas di dunia jauh lebih buas dan besar dari Piranha dan Tench. Sayang sekali Wade tidak sempat membuat video ikan raksasa tersebut makan buaya.